Lampung
Bakal Kosongkan Lahan Sukarame Baru dan Sabah Balau, Pemprov Minta Masyarakat Legowo

Alteripost.co, Bandarlampung-
Proses sengketa tanah di Sukarame Baru dan Sabah Balau belum menghasilkan titik temu alias deadlock. Warga Sukarame baru, Bandarlampung meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menunda eksekusi pengosongan lahan seluas 2,6 hektar sampai keputusan pengadilan bersifat in kracht atau berkekuatan hukum tetap.
Sedangkan warga, Sabah Balau menyebut Pemprov menyerobot lahan seluas 5,7 hektar yang dikenal dengan sebutan Peta Kepala Burung tersebut.
Pihak Pemprov Lampung pun bersikeras memiliki bukti sah berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN yang mana merubahkan hibah dari PTP Kedaton (PTPN 7 sekarang).
Alhasil, Komisi I DPRD Lampung berupaya memediasi pihak warga dengan Pemprov Lampung, Rabu (3/11/2021).
Konsultan Hukum Kesuma Yudha, Dwi Puji Prayitno yang mewakili 28 KK di Sukarame Baru dan Sabah Balau menjelaskan, PT Perkebunan Kedaton mengeluarkan usulan pengelolaan seluas 218,73 hektar.
Dari jumlah itu, untuk kepentingan jalan panjang-sribowono 15,3 hektar, 100 hektar untuk lapangan golf, UIN Radin Intan dan TVRI. Sisanya ada 103,4 hektar. Sedangkan Pemprov mendapatkan 66,2 hektar.
“218 hektar dikurangi peruntukan lainnya termasuk lahan Pemprov sisanya 34 hektar, itu lokasinya letaknya di mana,” tanya dia.
Ia mengaku, bakal menempuh jalur hukum. Yakni berencana menggugat BPN ke PTUN. Kemudian, Ia mengaku pada tanggal 26 Oktober 2021 telah bersurat kepada BPN baik di Lamsel dan Bandarlampung.
“Karena untuk menempuh jalur hukum harus ada keberatan dulu, apabila BPN tidak berikan jawaban segera kita ajukan ke PTUN,” ujar dia.
Ia meminta, Pemprov Lampung untuk menunda eksekusi pengosongan lahan tersebut. Alasannya, masih akan menunggu jawaban BPN dan akan mengajukan ke PN.
“Tunda dulu pengosongan lahan sampai ada keputusan in krach. Kalau upaya hukum kalah mereka siap pindah,” tegasnya.
Sementara, perwakilan ahli waris di Sabah Balau atau disebut Peta Kepala Burung, Rusdi menjelaskan bahwasanya surat permohonan berkenaan lokasi kepala burung total 5,7 hektar adalah hak ahli waris yang tertuang dalam surat warkah th 1960.
“Sesuai dengan warkah yg ada itu bukan punya pemprov, itu diakui negara surat ukur surat pelepasan dari Kementerian Keuangan tahun 1974. Kami kuasai di lapangan dan selaku ahli waris kami tempati,” tandasnya.
Ia menyatakan, Pemprov Lampung mengambil hak tanah ahli waris tepatnya di sabah balau, Lampung Selatan atau disebut Peta Kepala Burung.
“Kami ingin minta ke dewan, itu milik kami sebagai ahli waris dan meminta kepastian hukum agar tidak terjadi lagi. Disana memang ada sarana Holtikulutra tetapi kami tidak menggugat yang lain dan sebagainya, kami hanya perjuangkan hak kami yang tidak masuk aset Pemprov seluas 5,7 ha,” ucap dia
Kemudian, Ia juga mengaku berharap DPRD Lampung turun ke lapangan. Selain itu pihaknya juga meminta kepastian hukum.
“Sebagai warga yang baik kami juga sudah bayar PBB. Kami minta kejelasan batas aset Pemprov di sana,” pintanya.
Sementara itu, Asisten I Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Qudratul Ikhwan, mengatakan sudah mengklarifikasi persoalan ini ke PTPN 7.
Hasilnya, PTPN 7 tidak pernah memberikan surat kepemilikan ke warga maupaun ke karyawan PTPN itu sendiri.
“Kami sudah konfirmasi ulang oleh PTPN pada maret 2021 lalu. PTPN tidak pernah menyerahkan dan dihibakan selain ke Pemprov Lampung. Atas dasar penyerahan dan hibah PTPN itulah BPN mengeluarkan sertifikat,” timpal dia.
Qudtarul mengaku, masih menunggu sertifikat dari warga yang mengklaim memiliki lahan tersebut. Kemudian, sampai saat ini pun BPN belum juga mengeluarkan sertifikat untuk warga.
“Warga harusnya legowo dan ikhlas, bukan malah mengambil alih, diberikan fasilitas tapi malah ingin menguasai tanah negara. Dasarnya apa, kita ini negara hukum, di mana harus punya fakta-fakta secara yuridis,” ucapnya dalam mediasi. (*)
Lampung
Peluncuran Buku “Terjebak di Puncak”, Kisah Inspiratif di Balik Kepemimpinan Pj. Gubernur Lampung

Alteripost Bandar Lampung – Penjabat (Pj) Gubernur Lampung, Samsudin, didampingi Pj. Bunda Literasi Provinsi Lampung, Maidawati Retnoningsih menghadiri peluncuran Buku “Terjebak di Puncak”, bertempat di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Senin (10/2/2025).
Pj. Gubernur dalam sambutannya menyebutkan bahwa buku ini merupakan catatan perjalanan dan refleksi dari seorang istri Pj. Gubernur.
“Saya mengapresiasi setinggi-tingginya Maidawati Retnoningsih atas keberanian, kejujuran dan ketulusan dalam menuliskan pengalaman selama mendampingi saya,” ujarnya.
Buku yang ditulis oleh Maidawati Retnoningsih adalah kisah pribadi, tetapi juga sebuah potret realitas tentang dinamika tantangan dan pengalaman yang tidak semua orang mengetahui dibalik layar seorang Pimpinan Daerah.
“Maidawati ini memiliki peran yang bukan hanya sekedar pendamping tetapi juga mitra strategis yang selalu memberikan dukungan moral, emosional dan intelektual dalam berbagai situasi,” ujarnya.
Pj. Gubernur meyakini bahwa dibalik setiap keputusan yang diambil dan setiap langkah dalam menjalankan amanah ada peran besar seorang istri yang penuh kesabaran, penuh pengertian dan ketulusan.
“Dibalik kesuksesan seorang suami hebat pasti ada istri hebat yang mendukung dan mendorongnya,” lanjutnya.
Buku ini juga memberikan gambaran yang lebih humanis tentang kehidupan di pemerintahan, tentang suka dan duka serta bagaimana menjalani peran dengan penuh keikhlasan.
“Saya berharap buku terjebak di puncak dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya bagi istri pejabat baik di lampung maupun diluar lampung, yang menghadapi tantangan dalam mendampingi pasangan mereka untuk mengemban tugas pemerintahan atau tugas negara,” sambungnya.
Pj. Gubernur juga mengajak semua yang hadir untuk menjadikan buku ini sebagai bahan refleksi dan pembelajaran, kisah yang dituangkan dalam buku tersebut dapat memberikan perspektif baru tentang arti sebuah kesetiaan, pengorbanan dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan sebagai seorang pemimpin dan pendamping.
Dalam kesempatan yang sama, Pj. Bunda Literasi Provinsi Lampung, Maidawati Retnoningsih, menjelaskan bahwa buku yang diluncurkan adalah bentuk refleksi penuh makna, menghadirkan kisah nyata sarat dengan perjuangan, tantangan, dan pembelajaran hidup.
Sebuah karya yang tidak hanya menggugah, tetapi juga wawasan yang memberikan informasi mendalam tentang perjalanan seorang perempuan dalam menghadapi dinamika kehidupan di puncak kepemimpinan.
“Melalui buku ini, kita diajak untuk memahami sisi lain dari kepemimpinan, bukan dari sudut pandang seorang pemimpin, tetapi dari pasangan yang turut mendampingi. Betapa banyak nilai yang bisa kita petik, mulai dari keteguhan hati, pengorbanan, hingga makna dari sebuah pengabdian,” ucapnya.
“Saya berharap buku ini dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi kaum perempuan yang tengah berjuang dalam berbagai peran mereka. Semoga dengan hadirnya buku ini, semangat literasi semakin berkembang, membuka ruang bagi lebih banyak narasi yang menggugah dan membangun,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Lampung, Riski Sofyan, menjelaskan bahwa dengan peluncuran buku “Terjebak di Puncak” diharapkan akan mendukung eksistensi dan keberadaan perpustakaan dalam mengembangkan minat baca, sehingga bertumbuh wawasan dan pemahaman masyarakat Lampung, mengenai bagaimana mengelola peran ganda seorang istri yang mencapai keberhasilan dengan kecakapan dan kemampuan yang luar biasa. (*)