Ekonomi dan Bisnis
OJK Kembali Perpanjang Kebijakan Stimulus Perekonomian
Alteripost.co, Jakarta-
Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan dua ketentuan yang memperpanjang masa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, Rabu (15/09/2021).
POJK yang dikeluarkan terdiri dari POJK Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dan POJK Nomor 18/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perpanjangan masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan tersebut diharapkan dapat meneruskan momentum pemulihan ekonomi serta mendorong pertumbuhan penyaluran kredit perbankan.
“Perpanjangan kebijakan countercyclical sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, dalam rangka menjaga momentum indikator perbankan yang sudah mengalami perbaikan serta untuk mempersiapkan Bank dan debitur untuk kembali normal secara perlahan sehingga menghindari potensi gejolak setelah kebijakan ini berakhir,” kata Wimboh.
POJK Nomor 17/POJK.03/2021 ini merupakan Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Dalam ketentuan ini, masa berlaku kebijakan stimulus perekonomian bagi debitur perbankan yang terdampak Covid-19 diperpanjang sampai dengan 31 Maret 2023.
Kebijakan tersebut mencakup penilaian kualitas aset berdasarkan ketepatan pembayaran untuk kredit/pembiayaan dengan plafon sampai Rp10 miliar, penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, serta penetapan kualitas kredit/pembiayaan baru secara terpisah dari fasilitas existing.
POJK ini tetap menekankan agar perbankan tetap menerapkan prinsip manajemen risiko dalam rangka implementasi perpanjangan kebijakan stimulus perekonomian tersebut.
Sementara, POJK Nomor 18/POJK.03/2021 ini merupakan Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 yang menegaskan mengenai pemberlakuan seluruh kebijakan bagi BPR dan BPRS sebagaimana diatur dalam POJK Kebijakan BPR/BPRS diperpanjang sampai dengan 31 Maret 2023.
POJK ini tetap menekankan penerapan manajemen risiko, termasuk antara lain melalui penyusunan pedoman dan kebijakan, dokumentasi dan administrasi seluruh kebijakan yang diterapkan, dan pelaksanaan simulasi uji dampak penerapan kebijakan terhadap permodalan dan likuiditas BPR dan BPRS, termasuk untuk memastikan pembagian dividen dan/atau tantiem tidak berdampak pada kecukupan permodalan BPR dan BPRS.
Perpanjangan kedua ketentuan terkait kebijakan stimulus ekonomi diharapkan dapat menjaga stabilitas kinerja baik dari sisi perbankan maupun pelaku usaha sektor riil yang memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi nasional. (rls)
Ekonomi dan Bisnis
Inflasi Provinsi Lampung Terkendali Sepanjang Tahun 2024
Alteripost Lampung – Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada bulan Desember 2024 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm), lebih tinggi dibandingkan periode November 2024 yang mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm).
Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian nasional yang tercatat inflasi sebesar 0,44% (mtm) dan dibandingkan dengan rata rata tingkat perkembangan IHK di Provinsi Lampung pada bulan Desember dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,37% (mtm). Secara tahunan, IHK di Provinsi Lampung pada bulan Desember 2024 mengalami inflasi 1,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 1,50% (yoy), dan sebanding dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,57% (yoy).
Dilihat dari sumbernya, inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan harga pada kelompok makanan dan minuman. Komoditas utama penyumbang inflasi tertinggi adalah cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, cabai rawit dan terong dengan andil masing masing sebesar 0,12%; 0,08%; 0,05%; 0,05%; dan 0,04% (mtm).
Peningkatan harga cabai merah dan cabai rawit disebabkan oleh terbatasnya pasokan di musim hujan di tengah belum masuknya musim panen. Kenaikan harga telur ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan dan harga pakan ternak. Lebih lanjut, harga terong juga tercatat meningkat seiring dengan tingginya intensitas hujan yang menyebabkan terbatasnya pasokan.
Adapun dampak cuaca tersebut sejalan dengan prakiraan BMKG bahwa mayoritas wilayah di Provinsi Lampung menghadapi intensitas hujan menengah-tinggi pada bulan Desember 2024. Secara umum, peningkatan seluruh komoditas tersebut turut didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas pokok dalam rangka perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru 2024/2025.
Di sisi lain, inflasi yang lebih tinggi pada Desember 2024 tertahan oleh sejumlah komoditas yang mengalami deflasi, terutama buah naga, susu cair kemasan, beras, kacang panjang, serta bahan bakar rumah tangga dengan andil masing-masing sebesar -0,02%; -0,01%; -0,01%; -0,01%; dan – 0,01% (mtm).Penurunan harga komoditas makanan (buah naga, susu cair kemasan, beras dan kacang panjang) umumnya disebabkan oleh terjaganya pasokan baik di level petani/produsen di tengah kondisi iklim basah.
Lebih lanjut, melambatnya harga bahan bakar rumah tangga sejalan dengan tren melambatnya harga gas (crude oil WTI) di tingkat dunia pada akhir tahun 2024.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi IHK di Provinsi Lampung akan tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) hingga tahun 2025. Namun, diperlukan upaya mitigasi risiko risiko sebagai berikut, antara lain dari Inflasi Inti (Core Inflation) berupa peningkatan permintaan agregat sebagai dampak dari meningkatnya UMP tahun 2025 sebesar 6,5%.
Selanjutnya dari sisi Inflasi makanan yang bergejolak (Volatile Food) adalah
(i) peningkatan harga beras di awal tahun menjelang periode panen pada bulan Maret mendatang dan (ii) tingginya intensitas hujan pada triwulan I 2025 yang berpotensi menghambat panen komoditas hortikultura.
Adapun risiko dari Inflasi harga yang diatur pemerintah (Administered Price) yang perlu mendapat perhatian di antaranya yaitu melambatnya harga tiket angkutan udara sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Meninjau perkembangan inflasi bulan berjalan dan mempertimbangkan risiko inflasi ke depan, Bank Indonesia dan TPID Provinsi Lampung akan terus melanjutkan upaya menjaga stabilitas harga melalui strategi 4K.
Keterjangkauan Harga
a. Melakukan operasi pasar beras/SPHP secara terarah dan targeted.
b. Melakukan monitoring harga dan pasokan, khususnya pada komoditas yang berisiko mengalami kenaikan harga seperti beras, daging dan telur ayam ras, serta aneka cabai.
Ketersediaan Pasokan
a. Perluasan Implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/Non-IHK.
b. Penguatan kerja sama antar daerah (KAD) untuk komoditas defisit dan berisiko defisit dengan wilayah sentra produksi.
Kelancaran Distribusi
a. Penguatan kapasitas transportasi dengan penambahan volume dan rute penerbangan.
b. Penguatan implementasi Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar) dalam menjaga kelancaran operasi pasar.
Komunikasi efektif
a. Melakukan rapat koordinasi rutin mingguan di setiap Kabupaten/Kota dalam rangka menjaga awareness terkait dinamika harga dan pasokan terkini.
b. Memperkuat sinergi komunikasi dengan media dan masyarakat dalam melakukan kampanye perilaku berbelanja bijak. (rls).